Prinsip Dasar dalam Menerima dan Menyebarkan Berita (dalam Islam)


Assalamu 'alaikum Wr. Wb

Telah lama Islam terpinggirkan, terhujat dan teraniaya akibat pemberitaan media yang dikuasai oleh kalangan sepilis (Sekuleris, Pluralis dan Liberalis).

Ini ada tulisan yang mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan bagaimana qta memilah dan memilih sumber dan berita yang benar.

--------
Sumber:
Http://www.hdn.or.id/index.php/artikel/?p=212

24-06-2008

Prinsip Dasar dalam Menerima dan Menyebarkan Berita

hdn.or.id - Zaman sekarang dapat disebut sebagai zaman era informasi. Kalau dahulu kita harus berusaha mencari informasi, kini kita harus berusaha menseleksi informasi. Informasi (selanjutnya kita sebut dengan berita) di zaman sekarang bagaikan air bah, membanjiri setiap media dan para penerima berita. Tidak sedikit yang kewalahan akibat kebanjiran berita. Apalagi karakter dasar berita yang berasal dari manusia adalah bahwa berita itu bisa benar dan bisa juga salah. Untuk itu sudah saatnya kita menyusun prinsip dasar dalam menerima dan menyebarkan berita. Dan berikut ini sekedar tulisan ringan seputar prinsip dasar tersebut, mudah-mudahan bermanfaat.

Prinsip di bawah ini terkait erat dengan dengan pola hidup berjamaah, berorganisasi, atau bermasyarakat teratur. Prinsip di bawah ini sulit diterapkan jika kita menerapkan pola hidup yang individualis. Oleh karena itu sebelum menerapkan prinsip di bawah ini, pastikan bahwa kita adalah bagian dari sebuah jamaah, organisasi, atau masyarakat yang teratur dan disiplin dalam hidupnya.

Prinsip Dasar dalam Menerima dan Menyebarkan Berita:

1. Lokalisasi. Lokalisasikan berita, seleksi mana yang layak dikonsumsi untuk umum, dan mana yang tidak layak dikonsumsi untuk umum. Hindari menyebarkan berita yang tidak layak dikonsumsi untuk umum (baik internal maupun eksternal kaum mukminin), seperti berita yang tidak jelas kebenarannya, tidak jelas sumbernya, gosip, dll. [1]

2. Tabayyun. Terkait dengan prinsip nomor 2, untuk berita yang tidak layak konsumsi untuk umum, segera ditabayyunkan kepada pemimpin. [1]

3. Sumber rujukan resmi/utama. Jadikan pemimpin sebagai sumber rujukan utama ketimbang sumber-sumber lain yang tidak jelas. [1]

4. Jangan suka mendengar berita bohong, itu bukan kebiasaan seorang muslim, itu adalah kebiasaan seorang Yahudi. [2]

5. Stop. Stop berita bohong jika sampai kepada diri kita, jangan disebarkan kepada orang lain. Ingat akan azab Allah. [3]

6. Husnuudzon. Berprasangka baik terhadap setiap mukmin dan mukminah yang terkait dengan berita bohong yang kita terima, sebagaimana kita berprasangka baik pada diri kita sendiri. [4]

7. Saksi. Harus ada saksi untuk membuktikan bahwa berita tersebut
bohong atau tidak. Untuk tuduhan zina, harus ada 4 orang saksi [5]. Untuk hal lain di luar tuduhan zina harus ada 2 orang saksi [10].

8. Berita bohong bukan untuk obrolan. Jangan jadikan berita bohong sebagai bahan obrolan sehari-hari dengan orang lain. Jika bukan karena Karunia dan Rahmat Allah, azab akan menimpa kita karena obrolan tentang berita bohong tersebut. [6]

9. Diam. Diam, tahanlah lidah kita untuk mengatakan sesuatu yang tidak kita ketahui tentangnya. Di sisi kita hal itu merupakan hal yang ringan, tapi di sisi Allah itu adalah hal yang besar. [7]

10. Lawan propaganda berita bohong. Ketika menerima/mendengar sebuah berita bohong, katakanlah: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar." [8]

11. Lihat siapa yang menyampaikan berita, apakah orang fasik atau bukan. Orang fasik adalah orang yang banyak berbuat maksiat, meninggalkan perintah Allah, keluar dari jalan benar dan agama. Fasik juga didefinisikan sebagai orang yang melakukan dosa besar atau sering melakukan dosa kecil. Dengan demikian, lihatlah track record si penyampai berita, apakah banyak berbuat maksiat, banyak meninggalkan perintah Allah, atau banyak melakukan dosa, atau tidak. Atau lihat ibadah si penyampai berita, apakah ibadahnya - khususnya ibadah wajib seperti shalat fardhu, zakat, puasa, dll - dia jalankan atau tidak, karena tidak menjalankan ibadah wajib berarti berdosa. [9]

12. Periksa dengan teliti. Jika yang menyampaikan adalah orang fasik, maka periksa dengan teliti berita tersebut. Lihat prinsip nomor 1, 2, 3, dan 7. [9]

Perbedaan dalam Penyampaian Berita dengan Penyampaian Nasehat

Ada yang mengatakan "dengarkan apa yang dikatakannya, jangan lihat siapa yang mengatakannya". Kalimat tersebut adalah kalimat yang baik, diambil dari atsar Sahabat, Ali bin Abi Thalib RA, yang mengatakan "Undzur maa qoola, walaa tandzur man qoola" (lihatlah apa yang dikatakan, dan jangan kau melihat siapa yang mengatakan). Namun kalimat tersebut disampaikan Ali bin Abi Thalib dalam kerangka penyampaian nasehat, bukan dalam rangka penyampaian berita. Dalam hal nasehat kita memang perlu dengar apa yang dinasehatkan kepada kita, bukan lihat orang yang menyampaikan nasehat tersebut. Sedangkan dalam penyampaian berita, kita perlu lihat siapa yang menyampaikan berita, lihat prinsip nomor 11 dan 12 di atas. Lagipula kita harus mendahulukan dalil Al Qur'an dan Sunnah, sebelum atsar sahabat.

Mengenai nasehat, walaupun yang menyampaikan nasehat adalah orang yang lemah iman sekali pun, nasehat tetap perlu didengar. Bahkan dalam sebuah kisah, ada seorang sahabat - yaitu Abu Hurairah - yang mendengarkan nasehat dari syetan. Syetan tersebut - yang menjelma menjadi seorang manusia pencuri - menasehati Abu Hurairah dengan kalimat: "Jika engkau hendak tidur, bacalah ayat kursi. Karena Allah akan menjagamu sampai kau bangun, dan syetan tak akan berani mendekatimu" (HR Bukhari). Dan tulisan ini adalah nasehat untuk penulis pribadi serta pembaca sekalian.

Demikian prinsip ini, semoga dapat memudahkan kita dalam menseleksi berita yang kita terima maupun berita yang ingin kita sebarkan, insya Allah. []

Oleh: Hendratno

___
Catatan Kaki:

[1] QS. 4:83: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).

[2] QS. 5:42: Mereka (orang-orang Yahudi) itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram.

[3] QS. 24:11: Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.

[4] QS. 24:12: Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mu'minin dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."

[5] QS. 24:13: Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.

[6] QS. 24:14: Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.

[7] QS. 24:15: (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.

[8] QS. 24:16: Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar."

[9] QS. 49:6: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Komentar